What can we help you with?
Cancel
Gadai Syariah

Mau Gadai Barang? Pahami Dulu Cara Kerja Gadai Syariah Agar Tidak Terjebak Riba

Solusi keuangan berbasis syariah juga meliputi sistem gadai syariah. Dalam Islam, sistem gadai dikenal dengan istilah rahn, yaitu akad pinjam-meminjam di mana seseorang menyerahkan barang berharga sebagai jaminan untuk mendapatkan dana tanpa adanya bunga.

Sistem ini sesuai dengan dasar hukum yang tercantum dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 283, yang menjelaskan tentang pentingnya memiliki barang tanggungan (rahn) dalam transaksi utang-piutang sebagai bentuk jaminan dan kejelasan hak bagi kedua belah pihak.

Jadi, bagaimana sistem dari gadai syariah? Untuk mengetahui informasi selengkapnya, berikut penjelasan yang bisa Anda pahami.

Apa Itu Gadai Syariah?

Al-rahn atau sistem gadai syariah adalah akad penyerahan barang sebagai jaminan atas utang, di mana pihak yang berutang memberikan barang tersebut kepada pihak pemberi pinjaman untuk menjamin pelunasan utangnya.

Barang yang dijaminkan dapat ditebus kembali setelah utang dilunasi. Dalam syariah, gadai tidak diperkenankan menggunakan sistem bunga, melainkan hanya biaya mencantumkan pemeliharaan (ujrah).

Nilai barang yang digadaikan umumnya sebanding dengan nominal yang diberikan oleh pemberi pinjaman. Jadi, dengan sistem gadai ini kedua belah pihak mendapat keuntungan yang sama, tanpa ada pihak yang dirugikan.

Baca juga: Cara Menerapkan Manajemen Bisnis Syariah dan Tantangannya di Dunia Usaha

Dasar Hukum dan Ketentuan Gadai Syariah

Dalam Islam, sistem gadai sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 283 yang berbunyi:

“Jika kamu dalam perjalanan, sedangkan kamu tidak mendapatkan seorang pencatat, hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Akan tetapi, jika sebagian kamu memercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Janganlah kamu menyembunyikan kesaksian karena siapa yang menyembunyikannya, sesungguhnya hatinya berdosa. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Ayat tersebut menerangkan bahwa Islam memperbolehkan adanya barang jaminan (rahn) dalam transaksi utang-piutang sebagai bentuk tanggung jawab dan penguat kepercayaan antara kedua belah pihak.

Dalam hukum negara, ketentuan mengenai gadai syariah diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 25/DSN-MUI/III/2002 yang menyebutkan bahwa pinjaman dengan sistem gadai barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn, diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut:

  • Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua utang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.

  • Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai Marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.

  • Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin, namun dapat dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin.

  • Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

Cara Melakukan Gadai Syariah

Gadai syariah bisa dilakukan dengan beberapa jenis jaminan barang, seperti emas atau sertifikat kepemilikan. Melalui sistem ini, nasabah dapat memperoleh dana pinjaman tanpa bunga, dengan menyerahkan barang berharga sebagai jaminan (marhun). Berikut cara kerja gadai syariah yang bisa dijadikan sebagai referensi.

  1. Menentukan Barang Jaminan (Marhun)

    Nasabah menyiapkan barang berharga yang akan dijadikan jaminan, seperti emas, perhiasan, kendaraan, atau surat berharga. Barang ini akan ditaksir nilainya oleh lembaga keuangan syariah untuk menentukan jumlah dana yang bisa diberikan kepada peminjam.

  2. Membuat Kesepakatan dengan Lembaga

    Setelah nilai barang jaminan ditentukan, kedua belah pihak menyepakati jumlah pinjaman yang diberikan, sesuai dengan taksiran nilai barang oleh lembaga keuangan  syariah. Barang jaminan kemudian diserahkan dan disimpan dengan aman selama masa pinjaman.

  3. Nasabah Menandatangani Perjanjian Rahn

    Setelah nilai barang jaminan disepakati dan jumlah pinjaman ditentukan, langkah selanjutnya adalah penandatanganan perjanjian rahn. Perjanjian ini merupakan akad resmi yang memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak.

    Beberapa hal yang umumnya tercantum dalam perjanjian rahn antara lain:

    • Identitas pihak pemberi dan penerima pinjaman.

    • Deskripsi barang jaminan (marhun) yang diserahkan, termasuk kondisi dan nilainya.

    • Jumlah pinjaman yang diberikan sesuai taksiran barang.

    • Biaya penitipan atau ujrah yang harus dibayarkan selama masa pinjaman.

    • Jangka waktu pelunasan pinjaman.

    • Ketentuan penebusan barang dan konsekuensi jika nasabah gagal melunasi pinjaman.

  4. Dana Pinjaman Diberikan Kepada Penerima

    Setelah perjanjian rahn ditandatangani dan barang jaminan diserahkan, pihak lembaga keuangan syariah akan menyerahkan dana pinjaman kepada nasabah. Besarnya dana disesuaikan dengan taksiran nilai barang jaminan dan telah disepakati dalam akad.

Perbedaan Gadai Syariah dan Konvensional

Sistem gadai syariah memiliki sejumlah perbedaan dengan sistem gadai konvensional. Berikut beberapa perbedaan gadai syariah dan konvensional yang perlu diketahui.

  1. Prinsip Dasar

    Gadai syariah (Al-rahn) dilakukan berdasarkan prinsip syariah Islam yang menekankan keadilan, tolong-menolong, dan bebas dari riba. Sementara gadai konvensional bertujuan mencari keuntungan dan biasanya mengenakan bunga atas pinjaman.

  2. Biaya Pinjaman

    Dalam gadai syariah, nasabah hanya membayar biaya penitipan atau pemeliharaan barang jaminan (ujrah), yang dihitung berdasarkan kebutuhan penyimpanan, bukan persentase dari jumlah pinjaman.

    Sementara itu, gadai konvensional mengenakan bunga atau biaya tambahan yang proporsional dengan jumlah pinjaman, sehingga total pembayaran bisa jauh lebih tinggi.

  3. Hak Milik Barang Jaminan

    Pada gadai syariah, barang yang dijaminkan tetap menjadi milik nasabah dan hanya disimpan oleh lembaga sampai utang lunas. Jika tidak mampu menebus, maka barang dijual sesuai kesepakatan.

    Di sisi lain, gadai konvensional kadang memiliki ketentuan yang lebih ketat terkait kepemilikan barang jika nasabah gagal membayar.

  4. Transparansi dan Akad

    Gadai syariah menekankan akad formal (rahn) yang jelas, termasuk hak, kewajiban, dan jangka waktu. Transaksi harus dilakukan secara amanah dan transparan.

    Sementara itu, gadai konvensional cenderung mengikuti aturan lembaga tanpa prinsip syariah, sehingga mekanismenya lebih fleksibel namun tidak mengacu pada prinsip keadilan Islam.

  5. Tujuan Transaksi

    Gadai syariah bertujuan memberikan solusi pembiayaan secara adil, membantu orang yang membutuhkan dana mendesak tanpa memberatkan.  Sedangkan gadai konvensional lebih fokus pada keuntungan finansial lembaga pemberi pinjaman.

Demikian informasi mengenai sistem gadai syariah. Sistem ini menawarkan cara memperoleh dana secara halal, aman, dan adil, karena transaksi dilakukan tanpa bunga dan tetap menjaga hak milik nasabah atas barang jaminannya.

Tertarik membaca informasi menarik lainnya? Kunjungi Sharia Knowledge Center dan dapatkan berbagai informasi seputar ekonomi dan keuangan syariah untuk tingkatkan wawasan Anda.   

Sumber: