Hanya 1 dari 10 Orang Indonesia Pakai Keuangan Syariah! Ini Alasannya!
Indonesia menutup tahun 2025 dengan sebuah prestasi internasional yang membanggakan namun sekaligus menantang. Laporan State of the Global Islamic Economy Report (SGIE) 2025 menempatkan Indonesia di peringkat ketiga dunia dalam ekonomi syariah. Posisi ini mengukuhkan status Indonesia sebagai salah satu pusat dari ekonomi Islam global yang dapat diperhitungkan.
Namun, di balik kilau prestasi global tersebut, terdapat sebuah keanehan yang terjadi di pasar domestik. Meskipun Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, penggunaan produk keuangan syariah oleh masyarakat Indonesia masih relatif minim. Banyak masyarakat yang belum mengelola keuangan mereka berdasarkan prinsip syariah atau menggunakan produk keuangan syariah.
Ketimpangan 30% Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah Indonesia
Data Survei Nasional Literasi & Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dirilis OJK pada akhir Oktober 2025 membuka mata banyak pihak mengenai kondisi riil di lapangan. Tingkat literasi keuangan syariah, yang mengukur seberapa paham masyarakat, tercatat mencapai angka 43,42%. Ini adalah pencapaian yang cukup baik, menandakan hampir separuh penduduk sudah mengerti dasar-dasar keuangan syariah.
Sayangnya, angka pengetahuan yang tinggi ini tidak serta-merta diikuti oleh penggunaan produk yang setara. Tingkat inklusi keuangan syariah nasional tercatat masih tertinggal jauh, hanya berada di angka 13,41%. Ada selisih yang sangat lebar, yaitu sekitar 30 persen, antara orang yang mengerti dan orang yang menjadi nasabah.
Deputi Direktur OJK, Rakyan Gilar Gifarulla, memberikan ilustrasi sederhana untuk menggambarkan situasi statistik ini. "Artinya, dari sepuluh orang Indonesia, baru empat orang yang paham tentang keuangan syariah," jelasnya. "Dan yang lebih memprihatinkan, dari empat orang yang paham itu, hanya satu yang benar-benar menggunakan produknya."
Kesenjangan atau gap 30 persen ini membuktikan bahwa masalah industri bukan lagi sekadar pengenalan merek (brand awareness). Tantangan utamanya adalah konversi. Bagaimana meyakinkan jutaan orang yang sudah mengetahui agar segera mengambil tindakan. Tanpa strategi yang tepat, jutaan masyarakat ini hanya akan menjadi penonton produk ekonomi syariah.
Baca juga : Fintech Syariah Indonesia Naik Ke Peringkat 3 Dunia
Kenapa Masyarakat Belum Tertarik Untuk Beralih ke Produk Keuangan Syariah?
Mengapa seseorang yang sudah paham manfaat syariah tetap memilih bertahan dengan produk konvensional? Kepala Eksekutif OJK, Friderica Widyasari Dewi, merumuskan masalah ini dalam empat tantangan utama yang disebut "4P". Diagnosis ini disampaikan dalam acara Expo Keuangan dan Seminar Syariah (EKSiS) pada November 2025 lalu.
-
Pengembangan Produk
Produk keuangan syariah yang sering kali dirasa belum cukup variatif oleh masyarakat modern. Konsumen sering membandingkan fitur produk syariah dengan produk konvensional yang sudah mapan puluhan tahun. Jika produk syariah tidak menawarkan kemudahan teknologi yang setara, konsumen cenderung enggan berpindah.
-
Penetrasi Pasar
Jangkauan penjualan produk syariah masih terbatas pada segmen tertentu. Sering kali produk syariah hanya dipasarkan secara eksklusif di lingkungan komunitas muslim atau pesantren. Padahal, prinsip keuangan syariah adalah Rahmatan lil 'Alamin, yang artinya membawa kebaikan untuk semua golongan.
-
Pemerataan Akses
Pemerataan Akses menjadi kendala fisik nyata di negara kepulauan seperti Indonesia. Masyarakat di kota besar mungkin mudah menemukan bank syariah, tetapi tidak demikian dengan mereka di pelosok. Akses yang sulit ini membuat niat masyarakat untuk beralih ke syariah sering kali terhenti di tengah jalan.
-
Pemahaman Masyarakat
Banyak yang tahu istilah "syariah", tapi salah kaprah menganggapnya lebih mahal atau prosesnya lebih rumit. Edukasi yang selama ini berjalan mungkin terlalu teoritis, sehingga gagal menyentuh kebutuhan praktis sehari-hari.
Apa Peran Prudential Syariah?
Di tengah upaya pemerintah mengatasi masalah nasional ini, peran industri swasta menjadi krusial. Prudential Syariah tampil agresif menjawab tantangan di akhir 2025. Sebagai pemimpin pasar, kami tak sekadar berjualan, tetapi juga berperan sebagai edukator publik.
-
Pembayaran Manfaat Asuransi untuk Membangun Kepercayaan
Salah satu alasan utama orang ragu berasuransi syariah adalah ketakutan klaim tidak cair atau dipersulit. Untuk mengatasi hambatan inklusi ini, Prudential Syariah menjawab keraguan pasar dengan memberikan bukti nyata. Hingga Kuartal III 2025, Prudential Syariah melaporkan telah membayarkan klaim dan manfaat sebesar Rp1,5 triliun.
Vivin Arbianti Gautama, Chief Customer & Marketing Officer Prudential Syariah, menegaskan pentingnya transparansi ini. Beliau menyatakan bahwa pembayaran klaim adalah penanda penting komitmen perusahaan dalam melindungi Peserta. Ketika masyarakat melihat bukti nyata ini, stigma negatif tentang asuransi perlahan akan runtuh dengan sendirinya.
-
Masuk ke Kampus Menyasar Edukasi kepada Gen Z
Prudential Syariah menyadari bahwa literasi keuangan harus dibangun sejak dini, sebelum seseorang masuk dunia kerja. Oleh karena itu, mereka proaktif menjemput bola dengan turun langsung ke kampus-kampus di berbagai daerah. Pada awal Oktober, Prudential Syariah menandatangani MoU strategis dengan dua universitas di Purwokerto.
Kerja sama ini melibatkan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) dan UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu). Langkah ini dinilai sangat taktis karena menyasar mahasiswa yang merupakan calon penggerak ekonomi masa depan. Dalam program ini, mahasiswa tidak hanya diajarkan teori, tetapi juga simulasi perencanaan keuangan syariah.
Mereka diajarkan betapa pentingnya memiliki proteksi dan investasi berbasis syariah sejak usia muda. Ini sejalan dengan temuan OJK bahwa anak muda seringkali melek digital tapi sayangnya buta finansial.
-
Nongkrong Bareng di FinExpo
Selain jalur akademis, Prudential Syariah juga menggunakan pendekatan gaya hidup (lifestyle) yang lebih santai. Hal ini terlihat jelas dari partisipasi aktif mereka di acara FinExpo 2025 yang digelar di Surabaya. Dalam acara puncak Bulan Inklusi Keuangan tersebut, mereka menghadirkan program unik bertajuk "Cuap Bareng Prudential".
Format acara bincang santai ini sengaja dipilih untuk meruntuhkan kesan bahwa asuransi syariah itu kaku. Mereka ingin menunjukkan bahwa gaya hidup syariah (halal lifestyle) itu modern, relevan, dan keren bagi anak muda. Topik yang dibahas pun sangat membumi, mulai dari mengelola gaji pertama hingga menyiapkan dana traveling.
-
Edukasi 24/7 Melalui Sharia Knowledge Center
Melalui Sharia Knowledge Centre (SKC), perusahaan juga menyediakan pusat informasi digital yang bisa diakses 24 jam. Kanal ini menjadi rujukan bagi siapa saja yang ingin belajar ekonomi syariah dengan bahasa yang mudah dicerna. Inisiatif-inisiatif kreatif inilah yang dibutuhkan untuk menjangkau segmen pasar yang selama ini belum tergarap maksimal.
Baca Juga : Peran Prudential Syariah Meningkatkan Literasi Keuangan Syariah
Kesenjangan 30 persen antara literasi dan inklusi memang masih menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi kita semua. Namun, kolaborasi erat antara regulator seperti OJK dan pelaku industri seperti Prudential Syariah memberikan harapan baru. OJK membuka jalan dengan regulasi yang mendukung dan pameran literasi nasional hingga ke pelosok desa. Sementara Prudential Syariah mengisinya dengan produk tepercaya, pembayaran klaim transparan, dan edukasi masif.
Tahun 2025 menjadi tahun fondasi yang kuat, di mana benih-benih pemahaman baru mulai ditanam. Jika momentum positif ini terus dijaga, bukan mustahil celah 30 persen itu akan tertutup rapat dalam waktu dekat.
Ingin memperluas wawasan Anda dengan artikel serupa? Kunjungi Sharia Knowledge Center dan temukan berbagai insight menarik seputar ekonomi serta keuangan syariah untuk menambah pengetahuan Anda.
Sumber :
